Mengulik Penyulingan Minyak Kayu Putih, Ramuan Asli Penghangat Badan dari Maluku

Maluku Semua orang pasti sudah tahu dengan minyak kayu putih. Di berbagai daerah disebut dengan minyak telon, atau minyak cajuput. Semuanya berasal dari daun pohon kayu putih.

Daun kayu putih bak pohon ajaib, selalu dibawa di dalam saku selama perjalanan. Ekstrak daun ini mampu meringankan masuk angin, pusing, dan pegal-pegal secara tradisional. Tumbuhan endemik ini tersebar Indonesia Timur, salah satunya Pulau Buru, Maluku.

Jauh sebelum industri minyak kayu putih tersebar di Indonesia, pohon kayu putih telah tumbuh liar selama berabad-abad di Pulau Buru. Di pulau ini terdapat rumah ketel, yang mengolah secara tradisional daun kayu putih menjadi ramuan penghangat badan. Sensasi hangat aromaterapi membuat siapa saja mudah mengenali bau minyak kayu putih yang khas.

Jenis pohon minyak kayu putih ialah Eucalyptus globulus, Malaleuca Viridiflora Corn, Melaleuca alternifolia, dan Malaleuca Cajuput, semuanya menghasilkan kandungan cyenol. Proses ekstraksinya tak mudah, butuh waktu dan tenaga ekstra untuk menghasilkan tiap tetes minyak kayu putih yang berharga.

Tiap 2 minggu sekali, pohon kayu putih yang tumbuh di Pulau Buru dipanen. Rumah ketel di Pulau ini dikelola oleh 10 orang kelompok penyuling minyak kayu putih. Salah satunya Duli. Puluhan tahun ia mengelola rumah ketel dan memasok minyak kayu putih ke berbagai daerah di Maluku.

Pohon kayu putih tumbuh setinggi 5 meter, daunnya berukuran sebesar jari orang dewasa. Warna daunnya berwarna hijau, nama minyak kayu putih memang berasal dari ciri khas batang pohonnya yang berwarna putih.

Puluhan kilogram daun kayu putih yang sudah dipetik kemudian dibawa ke dalam rumah ketel. Ketel sendiri merupakan tungku pemanas daun kayu putih. Satu ketel setidaknya mampu menampung 6 karung daun kayu putih. Tak lupa beberapa ember air dimasukkan ke dalam tungku perebusan.

Kayu menjadi bahan bakar alternatif untuk merebus daun kayu putih. Kepulan asap inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya minyak. Ketel perebus harus segera ditutup dengan rapat. Sehingga uap perebusannya akan dialirkan menuju ketel di sebelahnya melalui pipa. Sesekali jika daun sudah menyusut, ketel perebus diisi kembali dengan daun kayu putih.

Butuh waktu 6 jam lamanya untuk menghasilkan keseluruhan uap dari ketel pertama. Selama itu, besar kecilnya api harus selalu dijaga. Di ketel kedua, uap air secara langsung akan berubah menjadi larutan yang kemudian ditampung ke dalam jerigen.

Hasil penyulingan tidak serta merta berisi minyak kayu putih. Masa jenis air dan minyak yang berbeda memisahkan kedua cairan. Minyak di bawah, sedangkan air di atas yang harus dipisahkan secara manual. Minyak kayu putih yang didapatkan kemudian dituang ke dalam botol tradisional dari kaca.

Sekali penyulingan yang berisi 6 karung daun kayu putih menghasilkan satu jerigen berisi uap air dan minyak yang telah dingin. Hanya setengah jerigen minyak kayu putih yang dihasilkan. Atau setidaknya dapat dikemas dalam botol kaca berukuran 620 ml. Satu botol kaca ini dijual dengan harga Rp 150 ribu kepada tengkulak dari Ambon, dan daerah lain di Maluku.

Daun hasil perebusan kemudian diangkat menggunakan daun lontar. Helaian daun digunakan sebagai wadah, tangkai daun digunakan sebagai penariknya.

Budaya memakai minyak kayu putih hampir dapat dijumpai di berbagai belahan daerah di Indonesia. Macam-macam jenis produk berbahan kayu putih juga turut menghangatkan tubuh kala musim dingin.

Namun, minyak kayu putih dari Pulau Buru ini memiliki komposisi murni. Berbeda dengan minyak kayu putih bermerek yang dijual di pasaran. Minyak kayu putih Pulau Buru dapat diminum sebagai obat tanpa efek samping.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sekitar 103 Warga Perumahan di Daerah Cikarang Positif Covid-19, Satu Kompleks Melakukan Lockdown

Beberapa Temuan Fakta Unik Hewan 2021

Para Ilmuwan Menyebutkan Nenenk Moyang Dinosaurus Ganas T-rex Ternyata Sangat Kecil, Tak Sampai 1 Meter