Peristiwa Pembantaian Kampung Tulung yang Sangat Mengerikan di Kota Magelang

Magelang - Setelah peristiwa Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, kondisi Indonesia sebenarnya dilanda chaos. Memanfaatkan keadaan Jepang yang sudah tak berdaya, tentara Belanda dibantu sekutu datang ke Indonesia untuk kembali menjajah.

Sementara itu tentara Jepang yang tak lagi punya harapan di negeri jajahan melakukan serangkaian serangan secara membabi-buta yang menandakan keputusasaan mereka.


Inilah yang terjadi di Kampung Tulung, Kota Magelang, pada 28 Oktober 1945. Dilansir dari Jurnal berjudul "Percikan Api Revolusi di Kampung Tulung Magelang 1945" karya Syaiful Amin dan Ganda Febri Kurniawan, pada hari itu Tentara Jepang "Kido Butai" menurunkan personelnya di pertigaan jalan Payaman pada jam 08.00.

Waktu itu, Tentara Kidou Butai dibagi menjadi dua kelompok untuk menyerang Kota Magelang. Keduanya menyerang Magelang dari dua arah yang berbeda.

Target dalam penyerangan itu adalah markas Tentara Keamanan Rakyat yang berada di Kampung Tulung, Magelang. Hingga akhirnya pertempuran antara kedua pasukan tak dapat terbendung.

Menyerang dari Segala Arah


Tentara Kidou Butai mengepung Kampung Tulung dari segala arah sehingga tak ada seorangpun warga kampung yang dapat meloloskan diri. Tak hanya itu, sepanjang perjalanan menuju Kampung Tulung, pasukan itu menembaki setiap orang yang berada di hadapannya tanpa belas kasihan.

Begitu pula saat mereka melalui sebuah sekolah, mereka menembaki para siswa yang sedang mengikuti kegiatan belajar mengajar. Tercatat ada tiga pelajar yang tewas dalam peristiwa itu. untuk mengenang ketiganya, dibuatlah Monumen Rantai Kencana di lingkungan SMP Negeri 1 Magelang yang dulunya menjadi tempat penembakan itu.

Sesampainya di Kampung Tulung, Tentara Kido Butai langsung membantai dengan kejam penduduk kampung tersebut. Dalam waktu sekejap, pasukan Jepang itu telah sampai di belakang Kantor Kelurahan.

Pada awalnya para pemuda kampung mengira mereka adalah kawan sendiri yang berasal dari Tentara Keamanan Rakyat (BKR). Sontak, para tentara itu membantai para pemuda yang waktu itu tidak dilengkapi senjata.

Hari Paling Mencekam di Magelang


Konflik di Kampung Tulung memicu pembantaian-pembantaian dan peristiwa saling serang di Magelang, seperti pembunuhan sekelompok tentara Jepang di Alun-Alun Magelang karena kemarahan rakyat yang sudah memuncak.

Sejak peristiwa huru-hara itu, suasana Kota Magelang sangat mencekam. Belum lagi waktu itu tentara BKR juga tengah menghadapi gabungan tentara Belanda dan sekutu yang juga melakukan penyerangan di Magelang.

Situasi panas ini berlangsung lama sampai Presiden Ir. Soekarno datang sendiri ke Kampung Tulung untuk menyelesaikan konflik. Meja perundingan pun dibuka antara Indonesia, sekutu, dengan Jepang.

Dari perundingan itu diketahui ketiga pihak memiliki kepentingan masing-masing. Kepentingan sekutu adalah untuk mengamankan Indonesia, kepentingan Indonesia adalah untuk memerdekakan rakyat serta mengusir penjajah dan segala potensi kolonialisme lainnya, dan kepentingan Jepang adalah kembali ke negara asal mereka dengan cara terhormat.

Akhir Konflik

Keterlibatan pemerintah pusat itu membuahkan hasil yang baik. Sekutu dan Jepang sepakat pergi dari Magelang dan melakukan gencatan senjata demi menjaga kondusifitas. Sementara itu pemerintah menurunkan dokter-dokter psikologis untuk menenangkan warga yang dilanda trauma.

Setelah perundingan ini, Jepang, Sekutu, dan Belanda melanjutkan konvoi ke utara. Dalam perjalanan ini, nantinya akan meletus Peristiwa Ambarawa dengan kronologi yang hampir sama dengan di Magelang. Namun peristiwa pertempuran itu lebih dahsyat dan tercatat dalam sejarah sebagai salah satu tragedi Nasional saat masa Revolusi Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sekitar 103 Warga Perumahan di Daerah Cikarang Positif Covid-19, Satu Kompleks Melakukan Lockdown

Beberapa Temuan Fakta Unik Hewan 2021

Para Ilmuwan Menyebutkan Nenenk Moyang Dinosaurus Ganas T-rex Ternyata Sangat Kecil, Tak Sampai 1 Meter